Kamis, 08 Juli 2010

Lusuhnya Sepakbola di halaman Rumah Kita

Semangat nasionalisme terhadap suatu negara dan sepakbola acap kali berjalan berdampingan. Coba lihat saja, tatkala kesebelasan Inggris bertemu kesebelasan Argentina pada kejuaraan sepabola dunia misalnya, bisa dipastikan aroma nasionalisme menyeruak di sana. Duel musuh bebuyutan itu jelas akan mengingatkan kenangan dasyatnya perang Falkland ataupun Perang Malvinas (Bahasa Sepanyol: Guerra de las Malvinas) di tahun 1982. Jika Argentina berhasil menekuk kesebelasan Inggris misalnya, maka bisa dipastikan jutaan rakyat Argentina akan memadati jalan-jalan di Buenos Aires untuk merayakan kemenangan itu. Mereka akan menggibarkan bendera biru-putih dan menyanyikan lagu kebangsaan negeri Tanggo, seakan mereka merayakan kemenangan pasukan perang negaranya.

Tidak masuk akal memang, tapi itulah realitas yang terjadi, sepakbola kadang mampu menjadi sihir yang mampu membakar api semangat nasionalisme dalam jiwa manusia. Bahkan di Jerman, sepakbola mampu membangkitkan kembali semangat patriotisme dan nasionalisme banyak rakyat Jerman yang selama ini merasa inferior dengan ke-Jermanan-nya. Mereka malu dan super minder dengan sejarah kelam Nazi pimpinan Adolf Hitler yang demikian rasis itu. Tapi kini, setelah Jerman cukup perkasa di ajang sepakbola sejagat itu, mulai merambat rasa percaya diri rakyat Jerman.

Franz Josef Wagner, seorang kolumnis tersohor di Jerman, memberi kesaksian kejadian tersebut. Dia menulis di harian Berliner Zeitung setelah menyaksikan kegairahan masyarakat Jerman mengibarkan bendera Schwarz-Rot-Gold (Hitam-Merah-Emas) untuk mendukung tim nasional mereka di Piala Dunia. Bendera nasional ditemui di segala sudut kota dan desa, di kaca spion mobil, di atas atap rumah, juga yang tersebar di hampir semua daerah. Para suporter Jerman juga mulai rajin dan bangga menyanyikan kalimat pertama dari lagu kebangsaan Jerman, Das Deutschlandlied: Deutschland, Deutschland ueber alles…! (Jerman, Jerman di atas semua…!).

Melihat fenomena di atas sampai-sampai Kanselir Jerman, Angela Merkel menyebut hal ini sebagai tumbuhnya semangat nasionalisme dan patriotisme Jerman yang baru.

Saya, dan mungkin jutaan rakyat Indonesia lainya, sangat merindukan suasana seperti yang dirasakan jutaan rakyat Jerman itu. Saya merindukan timnas sepakbola Indonesia mampu menggetarkan jiwa nasionalisme dan patriotisme 210 juta rakyat dari Sabang sampai Merauke ini, seperti yang dirasakan jutaan rakyat Jerman ketika melihat timnas sepakbolanya bertanding atas nama negara.

Mungkin saja kerinduan saya di atas, juga menjadi kerinduan rakyat Indonesia lainnya. Namun jika melihat kenyataan mutu timnas sepakbola kita saat ini yang belum layak untuk dibanggakan. Jangankan untuk bersaing di ajang piala dunia, bersaing di tingkat Asean saja belum tentu berjaya timnas Indonesia. Kualitas timnas memang tidak bisa mutu pemain-pemain yang ada di klub-klub sepakbola saat ini. Siapa pun
sudah tahu hampir semua klub di Indonesia selalu mengandalkan APBD untuk kelangsungan hidupnya mengikuti kompetisi, sehingga untuk dijadikan sebagai klub sepakbola yang dikelola secara profesional masih sangat sulit.

Tidak mudah memang mencari solusi untuk mengurai persoalan sepakbola di negeri ini, tapi menurut saya, ada dua langkah penting yang mesti dilakukan. Kedua langkah itu antara lain: Pertama, penempatan orang yang betul-betul paham tentang sepakbola
untuk mengurus klub-klub yang ada selama. Jadi jika ada orang yang hanya ingin mencari uang dan tidak paham mengurus klub sepakbola, sebaiknya singkirkan saja jauh-jauh orang jenis ini. Organisasi yang menaungi klub-klub di seluruh Indonesia –dalam hal ini PSSI- harus ditangani orang yang paham betul dunia sepakbola. Rekruitment orang-orang yang duduk dalam kepengurusan PSSI harus transparan dan
fair. Bahkan jika perlu harus diadakan fit and propertest. Ini penting, jangan samapi memilih pengurus seperti memilih kucing dalam karung.

Kedua, mutu kompetisi sepak bolanya harus ditingkatkan. Kompetisi harus dikelola secara professional, bukan berarti meningkatkan prestasi sepak bola Indonesia, tapi meningkatkan mutu permainan sehingga pertandingan menjadi enak ditonton. Karena dengan mutu kompetisi yang berkualitas, secara tidak langsung nantinya akan bisa
meningkatkan prestasi sepak bola Indonesia.

Ya, meski kondisi sepakbola kita saat ini seperti ini, tapi saya yakin masih banyak orang yang peduli. Mencari kambing hitam atas keterpurukan prestasi sepakbola kita adalah hal yang gampang, tapi apakah bisa memberi solusi yang baik itulah yang jadi persoalan kemudian. Tidak ada salahnya kiranya jika saya ingin mencuplik petikan
lagu Iwan Fals, "Lusuhnya kain bendera di halaman rumah kita bukan satu alasan untuk kita tinggalkan" Bravo sepakbola Indonesia. *)

Tidak ada komentar: